Sabtu, 12 November 2011

Stalker

Hari ini gue baru saja selese UTS. Setelah keluar dari ruang ujian, gue berdiri di depan kelas dengan seorang teman yang belum lama gue kenal, gue liat ke muka dia begitu sumringah, begitu juga dengan mereka yang baru saja keluar dari ruang ujian yang tidak kalah sumringahnya, gue tau ada kepuasan dan rasa percaya diri di batin mereka. Sepertinya UTS hari ini mereka sukses.

Sekarang gue sedang duduk di kost sembari mengalihkan pikiran dari soal UTS tadi. Andai waktu ujian tadi bisa diperpanjang sedikit, pasti gue ga akan ngerasain sesesal dan sebisu ini. Ah, persetan dengan waktu.

Gue nyalain radio dengan volume lumayan keras dengan harapan bisa mengalihkan pikiran gue, gue putar tuner tape yang sedikit susah diputar, alhasil gue cuma bisa dengerin lagu lagu barat dengan bahasa yang gak gue tau. Gue yakin, radio ini pasti bersekongkol dengan soal UTS tadi untuk ngerusak mood gue.

Masih dalam usaha mengalihkan pikiran dari soal UTS, Gue buka twitter di laptop dengan koneksi yang sepertinya ikut bersekongkol. Seperti biasa, gue search username dia, berharap dengan melihat update-annya  di twitter bisa bikin gue sedikit tenang. Sampai akhirnya gue terpaku lihat timelinenya.

Stalker, mungkin itu sebutan yang cocok buat gue. Hobi gue adalah stalking timeline dia. Gue lihat semua timeline nya, apa yang dia tulis dan kapan dia tulis itu. Ah, sukurlah hari ini dia baik baik saja.

Kadang gue berharap dari salah satu yang dia tuliskan di timelinenya itu buat gue, tapi nyatanya tidak akan pernah mungkin seperti itu. Tidakkah kau tahu bahwa kau adalah seorang "dia" yang selalu aku sebut dalam tulisanku?.

Tak hentinya gue tersenyum mengetahui apa saja yang dia lakukan dan rasakan hari ini, dan senyum gue hilang perlahan lahan jika  gue menemukan tulisan di timeline nya yang mungkin mengganggu bagi gue dan perasaan gue. Rasanya dada gue bergetar dan jantung berdegup lebih kencang. Ah, gue memang payah..

Gue kembali coba putar tuner radio, beda dari sebelumnya sekarang si tuner begitu mudah di putar. Sayup sayup gue dengar suara si penyiar sembil ngeliatin timeline dia, sampai akhirnya penyiar memutar lagu yang baru gue dengar, lagu dari Jikustik - Aku Bukan Untukmu.

Lirik lagu ini seolah sehati dengan gue dan mampu mengartikan kata kata di hati yang sulit diucapkan oleh bibir.

Bibir ini yang awalnya malas berucap karena tak suksesnya UTS hari ini seperti tersihir oleh sang penyanyi. Bibir gue membuat gerakan kecil yang seirama dan seintonasi lirik itu. Sedangkan pikiran gue seperti di bawa kembali untuk mengingat kenangan tentang dia. Dia yang kini sudah mampu ngelupain gue.

Lihat lah, dia begitu mudahnya mengalihkan pikiran gue.

Maaf, maafkan aku yang diam diam masih memperhatikan mu dari kejauhan.
Tapi inilah satu satunya cara aku bisa melihat tanpa kamu tau aku melihatmu. Aku melihatmu, dari sini. Tapi kamu tak tau kan?



.......

aku menyesal telah membuatmu menangis
dan biarkan memilih yang lain
tapi jangan pernah kau dustai takdirmu
pasti itu terbaik untukmu


janganlah lagi kau mengingatku kembali
aku bukanlah untukmu
meski ku memohon dan meminta hatimu
jangan pernah tinggalkan dirinya untuk diriku


......


Jikustik - Aku Bukan Untukmu

Rabu, 02 November 2011

missing mbak operator

hai haloo :D

soro dori ersa mayori makan roti mari mari, gue bener bener ga sempet buat sekedar nulis lagi di blog. semenjak emang koneksinya yang gada di kosan, gue juga agak minder pas tau salah satu temen gue bisa ngeruk dolar dari blognya. lha gue? tau cara bikin google+ juga baru kemaren kemaren. hedeh.

ehem, oke gue punya cerita yang pengen gue tuangin disini.

kalian pernah denger jatuh cinta pada pandangan pertama kan? dan gue jujur pernah ngalamin hal itu. tapi kemarin gue ngalamin hal yang berbeda. hal yang di luar nalar manusia waras. dan hal yang ga pernah gue sangka sebelumnya. Ki Joko Bodo pun pasti ga akan pernah menyangkanya.

gue jatuh cinta pada suara pertama (nah loh?).

jadi gini, kemarin nomor axis gue mengalami masalah, padahal pulsa gue masih ada dan hape gue ga ada cidera sedikit pun. hampir seharian hape gue ga bisa buat SMS, ga bisa buat telponan, ga bisa internetan, ga bisa koprol, dan ga bisa kayang.

gue bingung.

gue pandangin hape sambil mikir mau di apain nih hape. mau gue jadiin ganjelan pintu tapi kayanya gak matching sama warna pintu. mau gue jadiin gantungan kunci juga gak matching sama warna kunci. kemudian seperti baru saja bertemu dengan dewi Kwan In, gue dapet saran dari salah satu temen gue. dia nyaranin gue telpon perator axis.

gue telpon 838

yang angkat cewek dan dia bilang, "sistem kami sedang offline sampe beberapa jam kedepan Bapak, jadi untuk sementara tidak dapat melayani keluhan bapak"

gue di panggil bapak Щ(ºДºЩ)

jaman umur gue masih 13 tahun kalo lagi telpon operator gue selalu di panggil 'mbak' sama operatornya. yeap, pada saat itu sebagai lelaki jantan gue ngerasa gagal.dan sekarang saat umur gue 18 tahun gue di panggil 'bapak'. sungguh, perkembangan yang sigfnifikan, lahir sebagai lelaki. smp di panggil 'mbak'. kuliah dipanggil 'bapak'.

tapi serius, si mbak operator nanya nama gue siapa, nomor hape berapa, nawarin bantuan juga... curiga si Mbak operator itu korban sepik. euumm...jujur sempet GR juga sih waktu ditanyain nomor HP sama si Mbak operator. apalagi dia juga menawarkan bantuan, semacam tanda kasih sayang.

dan setelah gue jawab ternyata dia ga bisa memenuhi hasrat gue, "Maaf, untuk saat ini tidak bisa melayani keluhan Bapak" sahutnya seolah merajuk. mbak operator cuma kasih harapan semu. dia ga mau coba serius sama hubungan ini.. seolah memberi harapan, tapi akhirnya menyakitkan.

"Lantas, untuk apa mbak tadi menanyakan semua itu.. kenapa mbak seolah olah begitu baik sama saya" tanya gue mencoba meyakinkan.

setelah  gue pikir pikir, akhirnya gue sadar sebagai orang yang tulus sudah tugasnya untuk selalu ingin berbuat sebaik mungkin. tidak lebih. gue mengakhiri percakapan di telpon itu. mungkin seorang bapak bapak bukan tipe lelaki yang mbak operator idamkan.


And I still remember the sound of your voice.
Although your silence still rings so clear.
And do you think that I would call
just to hear you breathe?
You always knew that just one word would dry up all my tears.